[Unpad.ac.id, 17/11] Menjadi Duta Bahasa bukan berarti harus selalu menggunakan bahasa Indonesia setiap waktu. Menjadi Duta Bahasa bukan pula harus selalu berbahasa Indonesia yang baku. Esensi dari menjadi Duta Bahasa adalah memiliki kepekaan untuk turut menggalang dan melestarikan bahasa, khususnya bahasa Indonesia.
Farida Rendrayani (Foto: Tedi Yusup) |
Hal inilah yang dikemukakan oleh Duta Bahasa Jawa Barat, Farida Rendrayani, saat berbincang di ruang Redaksi Website Unpad, Jln. Dipati Ukur 35 Bandung, belum lama ini. Menurut Duta Bahasa Jabar yang juga mahasiswi Fakultas Farmasi Unpad ini, banyak terjadi kesalahan persepsi tentang predikat “Duta Bahasa”.
“Banyak yang mengira bahwa Duta Bahasa harus berbahasa Indonesia yang baik dan benar dalam artian bahasa Indonesia baku. Padahal yang dimaksud berbahasa Indonesia yang baik dan benar adalah menggunakan bahasa yang sesuai dengan lawan bicara dan situasi saat berbicara,” tuturnya Rabu (11/11) lalu.
Hal ini terjadi disinyalir karena kurangnya publikasi mengenai masalah ini. Ia sendiri menyadarinya oleh sebab itu, sebagai Duta Bahasa Jabar, ia pribadi ingin memberikan pengertian kepada masyarakat perihal esensi dari berbahasa Indonesia yang baik dan benar ini. Selain itu, ia juga akan menularkan kepada masyarakat mengenai penggunaan kosa kata Indonesia untuk menyebutkan sesuatu yang biasanya digunakan dalam bahasa asing.
“Tidak seperti duta-duta yang lain, pemenang ajang Duta Bahasa akan membuat program kerja selama dia bertugas sebagai Duta Bahasa. Jika di ajang-ajang yang lain, duta-duta tersebut akan menjalankan program kerja atau agenda kegiatan yang sudah diprogramkan oleh instansi dimana duta itu bernaung,” jelasnya.
Sementara itu, kecenderungan mencampur –baurkan bahasa dalam kata atau kalimat sudah banyak dilakukan oleh masyarakat khususnya di kalangan anak muda. “Contohnya seseorang mengatakan: Ya tinggal down load lah di internet,’ penggabungan kata down load dengan imbuhan lah tidak ada dalam bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris. Meskipun kita mengerti maksudnya, tapi itu seharusnya tidak dilakukan karena memang salah,” ia menjelaskan.
Selain itu ia melihat masih banyak yang lebih senang menggunakan bahasa asing untuk menyebutkan sesuatu, padahal menurutnya, sudah ada kosa kata dalam bahasa Indonesia yang bermakna sama dengan kata yang disebutkan. Biasanya kosa kata ini masih berbau teknologi, seperti down load, up load, e-mail, dan sebagainya.
“Sebenarnya ada kosa kata dalam bahasa Indonesia untuk menggantikan kosa kata dalam bahasa asing tersebut. Sebagai contoh down load dalam bahasa Indonesia adalah unduh, up load dialihbahasakan menjadi unggah, e-mail adalah surat elektronik, dan masih banyak lagi leman-leman baru yang mungkin belum diketahui oleh masyarakat,” lugasnya.
Farida melanjutkan, Oktober lalu ia dan Duta Bahasa Jabar lainnya mengikuti ajang serupa tingkat nasional yang diadakan di Jakarta. “Yang mengikuti pemilihan Duta Bahasa Tingkat Nasional adalah juara I di tingkat provinsi. Namun karena Angga (Duta Bahasa Jabar Kategori Laki-laki) sakit, maka ia digantikan oleh juara kedua,” ujar Farida.
Tidak seperti pada ajang pemilihan lainnya yang terkesan mewah, pemilihan Duta Bahasa lebih sederhana. Pemilihan Duta Bahasa Tingkat Nasional melalui beberapa proses. Selama mengikuti karantina, para peserta dibekali dengan materi kebahasaan dan perkembangan terakhir mengenai bahasa di Indonesia. Mereka juga diberi tugas untuk membuat esai tentang bahasa. Pengumuman yang menjadi Duta Bahasa Tingkat Nasional dilakukan pada saat malam keakraban.
“Tidak ada acara khusus dalam pengumuman pemenang. Pemilihan ini terkesan lebih sederhana, bahkan lebih meriah ketika Pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat. Keunikan lainnya adalah peserta tidak dinilai secara inidividu tapi nilai tersebut digabung dengan Duta Bahasa pasangan atau penilaiannya secara per tim,” jelasnya. Bersama dengan pasangannya Farida menyabet juara kedua pada ajang tersebut. (eh)*
sumber: http://www.unpad.ac.id/archives/16253
0 komentar:
Posting Komentar