blog ini merupakan blog duta bahasa, berisi segala informasi mengenai pemilihan duta bahasa, berita-berita seputar para duta, kegiatan para duta dan pemikiran-pemikirannya.
 

23 Juli 2009

Imam : Memilih Bahasa Madura, Jawa dan Bima

0 komentar
Apa yang membuat Anda aktif di bidang bahasa?

Saya berkuliah di Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Malang. Selain bahasa Inggris, saya mendapatkan bahasa Arab di kampus UIN Malang melalui program khusus pembelajaran bahasa Arab (PKPBA) selama satu tahun. Program ini diwajibkan bagi semua mahasiswa dari semua jurusan dan fakultas.

Siapa yang pertama kali mengajak Anda aktif di bidang tersebut?

Pilihan pada bidang bahasa sebenarnya atas inisiatif pribadi dan keluarga. Sejak di bangku sekolah, saya sering terlibat komunikasi pada hampir semua lapisan masyarakat dengan berbagai karakter dan latar belakang, baik dalam wadah formal atau informal.

Bagaimana Anda akhirnya mendapat gelar Duta Bahasa?

Gelar Duta Bahasa Nasional sebenarnya bermula dari Praktik Kerja Lapangan Integratif yang diselenggarakan oleh Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Malang. Pada saat itu, saya dan 18 rekan saya, melakukan Praktik Kerja Lapangan Integratif di Balai Bahasa Surabaya, Jawa Timur. Pada saat yang sama pelaksanaan pemilihan Duta Bahasa tingkat Jawa Timur sedang digelar. Saat itu, pihak Fakultas Humaniora dan Budaya UIN Malang menyeleksi dan menunjuk dua delegasi yang terdiri dari dua pasang untuk bersaing dengan utusan-utusan dari seluruh penjuru Jawa Timur. Saya dan Lathifah Hanum ditunjuk sebagai salah satu pasangan yang diutus dari UIN Malang. Sebab, dianggap memenuhi salah satu persyaratan dari peserta pemilihan Duta Bahasa tingkat Jawa Timur. Yaitu memiliki penguasaan terhadap bahasa daerah (Jawa Timur), bahasa Indonesia dan bahasa asing. Saat itu saya memilih bahasa Madura, Jawa dan Bima sebagai pilihan bahasa daerah yang saya kuasai.Setelah mengikuti pemilihan di tingkat Jawa Timur, kami berdua diutus sebagai delegasi Jawa Timur untuk mengikuti pemilihan Duta Bahasa tingkat Nasional. Tanpa diduga sebelumnya, Pemenang Pemilihan Duta Bahasa tingkat Nasional pada acara rangkaian Bulan Bahasa dan Sastra 2007, pemenang juara I adalah pasangan dari Jawa Timur. Yaitu, saya sendiri dan Lathifah Hanum. Sedangkan juara II dan III dari Provinsi Bali dan Sumatra Utara.

Apakah ada pengaruh pada Anda secara pribadi dan sebagai warga Madura?

Pengaruh bagi pribadi saya sendiri selaku warga Madura adalah semakin tingginya keyakinan saya bahwa warga Madura memiliki peluang dan kesempatan yang sama untuk bisa meningkatkan kemampuan diri dan bersaing demi kemajuan bangsa. Hal itu sudah terbukti, dengan banyaknya tokoh-tokoh nasional yang berasal dari Madura.Menurut Anda, bagaimana perkembangan bahasa Madura sendiri? Perkembangan bahasa Madura saat ini sangat memrihatinkan. Saya pernah melakukan survei kecil-kecilan di beberapa Universitas di Malang pada tahun 2007, ternyata 8 dari 10 mahasiswa yang saya wawancarai, mengaku tidak menguasai bahasa Madura dengan baik dan benar, lebih-lebih apabila ditanya mengenai kemampuan berbahasa kramah (bahasa Madura yang memiliki tingkatan kesopanan yang tinggi). Salah satu tokoh nasional, Krisbiantoro pernah berkomentar pada acara Deseminasi RUU kebahasaan di Cisaruwa, Bogor (2007). Beliau menjelaskan bahwa berdasarkan hasil penelitian dari badan yang menangani penelitian bahasa di dunia, disebutkan bahwa 90 tahun mendatang diprediksi ada sekitar 25 persen bahasa di dunia ini lenyap. Itu karena hilangnya penutur asli dari bahasa tersebut. Itu bisa karena dua kemungkinan. Penuturnya yang lenyap (meninggal,Red.) atau tidak lagi mampu berbahasa daerah tersebut. Bukan tidak mungkin bahasa Madura ini akan musnah bila kita selaku warga Madura tidak berusaha untuk melestarikannya dengan cara berbahasa Madura dengan baik dan benar.

Apa yang sudah Anda siapkan untuk Kongres Bahasa Madura dalam waktu dekat?

Untuk memersiapkan Kongres Bahasa Madura pada bulan Desember 2008 ini, kita harus mampu mengantisipasi perkiraan yang kita khawatirkan bersama. Yaitu, lenyapnya bahasa Madura secara berangsur-angsur karena kurangnya rasa kepemilikan dari para penutur aslinya. Lebih-lebih setelah diresmikannya penggunaan Jembatan Surabaya-Madura, yang memungkinkan semua orang dari berbagai kalangan memasuki Madura. Sehingga, akan terjadi proses penyesuaian budaya dan atau penghilangan budaya Madura itu sendiri. Salah satu dari sekian cara yang bisa ditempuh adalah dengan membuat peraturan daerah yang mengatur penggunaan bahasa Madura secara baik dan benar. Serta, memberikan dukungan dan kawalan terhadap seluruh program Balai Bahasa Surabaya, Provinsi Jawa Timur.

Apakah selama ini komitmen untuk membakukan bahasa Madura masih kurang?

Dengan jujur, saya sering menjumpai warga Madura yang enggan dan malu berbicara menggunakan bahasa Madura dengan sesama warga Madura. Hal ini merupakan kesalahan yang sangat fatal. Kita harus mampu berbahasa dengan baik dan benar. Artinya harus sesuai dengan situasi yang ada, yaitu ketika kita berbicara dengan orang yang satu daerah atau satu suku dengan kita, maka kita menggunakan bahasa daerah, bila berbicara dengan orang yang berbeda suku atau daerah tentunya menggunakan bahasa Indonesia, dan bila berbicara dengan orang asing maka kita juga diharapkan bisa berkomunikasi dengan bahasa asing tersebut atau bahasa Inggris, sebagai bahasa internasional. Selain berbahasa dengan baik, kita juga harus berbahasa dengan benar. Ketika kita menggunakan ragam bahasa tulisan misalnya, maka kita harus menggunakan ejaan dan gramatikal yang benar.

Cara apa yang harus dilakukan agar bahasa Madura tetap menjadi tuan rumah di pulaunya?

Cara yang paling ampuh adalah dengan menanamkan kecintaan terhadap bahasa Madura, sebagai salah satu kekayaan budaya yang perlu dilestarikan untuk mengembangkan kebudayaan Nasional. (nra/ed)

0 komentar: