blog ini merupakan blog duta bahasa, berisi segala informasi mengenai pemilihan duta bahasa, berita-berita seputar para duta, kegiatan para duta dan pemikiran-pemikirannya.
 

13 November 2010

Bahasa Nasional (belum) Milik Kita Bersama

0 komentar
Oleh: Autumn Windy Alwasilah



Arus globalisasi dan modernisasi saat ini menyebar dengan cepat. Keberadaannya memberikan dampak positif dan negatif. Menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Membawa keuntungan dan kerugian. Di satu sisi globalisasi dan modernisasi memberikan peningkatan kualitas hidup masyarakat, mempermudah pendapatan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, menumbuhkan dinamika yang terbuka dan tanggap terhadap unsur-unsur pembaharuan, tapi di sisi lain, dua hal tersebut merusak budaya nasional dengan 3F, food, fashion, dan fun dari budaya asing.


Globalisasi dan modernisasi memudahkan masuknya pengaruh budaya asing ke suatu bangsa, termasuk pengaruh kepada bahasa yang ada, khususnya di Indonesia. Masyarakat merasa lebih tinggi derajatnya saat menggunakan bahasa asing dalam komunikasinya sehari-hari.


Fakta yang terjadi saat ini adalah masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan untuk tidak berbahasa dengan baik. Mengapa hal serupa ini bisa terjadi? Pertama, pengaruh masuknya bahasa asing yang tidak terkontrol; kedua, kurangnya kesadaran dan kepedulian mereka yang generasi muda pada pentingnya bahasa nasional; ketiga, banyak masyarakat yang kurang berpendidikan. Tidak melanjutkan sekolah berkutik di bahasa ibu mereka yang di Indonesia dominasi oleh bahasa daerah.


Berarti, pihak berwenang dalam hal ini gagal membangun kebijkan bahasa yang mengatur bahasa pertama, bahasa kedua, atau bahasa asing. Padahal saat ini kita hidup di dunia multikultural dan multibahasa. Bahasa menjadi media dalam interaksi sosial yang mana akan berlanjut pada saling mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki suatu gagasan. Ralph Linton berkata bahwa hal paling penting dalam memperlambangkan budaya sampai mencapai tarafnya saat ini adalah bahasa. Kemahiran masyarakat berbahasa nasional yang baik akan menjadi aset dalam pemertahanan kedaulatan suatu bahasa nasional, yang akan berpengaruh dalam ketahanan budaya menghadang pengaruh negatif arus globalisasi dan modernisasai. Jika hal negatif tersebut dibiarkan terlalu lama, maka dampaknya cepat atau lambat akan merugikan kita. Bahasa nasional kita akan punah. Kita akan kehilangan jati diri kita. Kedaulatan bahasa nasional kita akan dipertanyakan. Apakah kekuasaan tertinggi kebahasaan ada pada bahasa nasional kita? Bukti apabila kita telah menegakkan kedaulatan bahasa nasional adalah kita sudah tidak lagi dikalahkan bahasa asing dalam bahasa yang kita gunakan sehari-hari. Seperti dalam pergaulan, rapat, pidato dan sebagainya.


Untuk mengalahkan pengaruh negatif prajurit-prajurit bahasa asing, maka mulai saat ini mari kita bahu-membahu menghimpun kekuatan prajurit bahasa nasional untuk menegakkan kedaulatan bahasa nasional. Hal-hal yang termasuk ke dalam pengupayaan ketegakkan bahasa nasional yaitu:

  1. semua warga Indonesia wajib untuk menguasai bahasa nasional, terutama bahasa tulis,

  2. berupaya semampu mungkin untuk menghindari penggunaan istilah asing dalam penggunaan bahasa nasional,

  3. memupuk kebanggaan terhadap bahasa nasional,

  4. para pemimpin panutan dalam berbahasa,

  5. peranan guru dan orang tua, dan

  6. peranan Pusat Bahasa.
Syarat pertama, mengapa bahasa tulis? Selama keadaannya masih utuh, tulisan seseorang akan dapat dibaca oleh orang lain kapanpun dan dimanapun. Berbeda dengan bahasa yang diucapkan secara lisan, bahasa tulisan tidak akan mudah punah. Untuk menjaga kelestarian bahasa harus ada bahasa tulisan, karena bahasa lisan tidak hanya mudah punah tapi juga akan mudah dilupakan. Ilmu bahasa diperlukan untuk keterampilan hidup. Alwasilah (2006) berpendapat ‘Membangun budaya adalah membangun pendidikan. Dan ruh pendidikan adalah baca-tulis’.
Kedua, kata-kata istilah dalam bahasa Indonesia didominasi oleh serapan dari bahasa asing. Penggunaan bahasa asing yang sudah diindonesiakan mulai dikenal khalayak ramai. Hal ini menjadi peluang untuk menegakkan kembali kedaulatan bahasa nasional. Manfaatkan kerja keras Pusat Bahasa, jika tidak, penggunaan bahasa nasional akan semakin ditinggalkan, tidak bernilai, dan pada akhirnya akan hilang.

Ketiga, kebanggaan akan kemilikan kita terhadap bahasa nasional sudah sepatutnya tertanam dalam relung jiwa kita, karena bahasa nasional adalah salah satu alat pemersatu bangsa, dan Bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaannya juga dengan jasa bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia. Penduduk asli Amerika hampir kehilangan bahasa nasionalnya yaitu bahasa Indian karena tidak dapat mempertahankannya. Bahasa Aborigin di Australian terancam punah juga karena bangsanya tidak dapat mempertahankan kedaulatannya dengan baik. Jangan sampai hal tersebut menerpa bahasa nasional kita.

Keempat, pemimpin, dalam konteks ini adalah pemimpin negara, presiden, memiliki tanggung jawab penuh sebagai suri tauladan yang baik. Beliau lah yang sering tampil di muka publik, pemimpin atas sejumlah jiwa, orang nomor satu dalam sebuah negara, wajib baginya untuk menjadi panutan. Terkait dengan rancangan Undang-Undang Kebahasaan, Presiden diwajiban menggunakan bahasa Indonesia dalam acara kenegaraan.

Kelima, menurut teori behavioristik, seorang individu akan dibentuk oleh lingkungan hidupnya, yaitu tempat tinggal. Untuk membangun individu yang mampu memperkokoh kedaulatan bahasa nasional, maka kita harus membelajarkan anak berbahasa nasional yang baik. Lingkungan kedua bagi anak-anak dalam berkomunikasi satu sama lain adalah sekolah. Guru adalah orang tua murid di sekolah. Guru dalam konteks ini khususnya guru bahasa Indonesia, memiliki tanggung jawab penuh untuk mengajarkan keterampilan berbahasa kepada anak didiknya, agar tidak ada lagi kegoyahan daulat bahasa nasional, seperti yang terjadi saat ini. Apalagi saat ini guru-guru bahasa dan sastra dilatih, dibina, dan ditingkatkan kualifikasinya.

Keenam, prestasi Pusat Bahasa saat ini sudah banyak terlihat. Terbitnya Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ke-empat menjadi bukti kinerja Pusat Bahasa selama ini. Adanya kegiatan Pemilihan Duta Bahasa juga, akan membantu merealisasikan cita-cita bersama, yaitu menegakkan kembali kedaulatan bahasa nasional.

Tidak ada larangan bagi kita untuk menggunakan bahasa asing atau bahasa daerah, bahkan itu diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, tapi gunakanlah dalam konteks yang tepat. Gunakan bahasa-bahasa tersebut apabila dibutuhkan, dan dalam bahasa yang baik yaitu sesuai dengan situasi. Kecintaan terhadap bahasa nasional harus dijadikan nomor wahid, tanpa menyepelekan bahasa daerah atau asing.

Untuk itu, saat ini pihak yang berwenang memiliki tanggung jawab baru untuk merancang dan membentuk ulang struktur pembelajaran bahasa nasional dalam suatu bangsa agar lebih bergengsi, bermartabat, dan berjati diri bangsa. Hal ini harus difokuskan pada kemahiran menggunakan bahasa yang benar, jelas, efektif, dan sesuai dengan fungsi bahasa Indonesia sebagai alat ekspresi diri, alat komunikasi, alat integrasi, dan alat adaptasi serta kontrol sosial.

Referensi

  • Alwasilah, A. Chaedar. (2005). Pokoknya Menulis. Bandung. Kiblat

  • Alwasilah, A. Chaedar. (2006). Pokoknya Sunda. Bandung. Kiblat.

  • Dohiri, Taufiq Rohman, dkk. (2006). Antropologi 2 Sekolah Menengah Atas Kelas XII. Jakarta. Yudhistira.

  • Kurniawan, Khaerudin. (2009). “Politik Pengajaran Bahasa Indonesia yang Bermartabat”, Jurnal Bahasa dan Sastra dalam Perspektif Pendidikan. Bandung. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FPBS UPI.

  • Ridwan, Effendi & Elly Malihah. (2007) Panduan Kuliah Pendidikan Lingkungan, Sosial, Budaya dan Teknologi. Bandung. CV. Yasindo Multi Aspek.
Tulisan ini dimuat di Majalah Isola Pos, edisi Mei 2010

0 komentar: