Duta Bahasa Sumatera Utara tahun 2008,mahasiswa Sekolah Pascasarjana UPI Prodi Linguistik tahun 2010.
Internasionalisasi pendidikan akan mengantarkan kita pada dualisme paradigma pendidikan, yaitu pendidikan dengan nilai-nilai lokal dan internasional. Dominasi pendidikan yang mengusung bendera internasionalitas secara langsung akan merendahkan martabat bangsa sendiri. Menipisnya rasa kebangsaan akan menyebabkan kehilangan jati diri bangsa.
Banyak orang masih sulit mendefinisikan tempat belajar yang isinya orang-orang Indonesia dengan pluralitas mental dan latar belakang dalam konteks world class. Sayangnya, masih banyak yang berpikir bahwa internasionalitas pendidikan ditandai dengan berbahasa Inggris di dalam kelas, menerima mahasiswa-mahasiswa dari luar negeri, mewajibkan dosen untuk sekolah di luar negeri, dan membuat kerjasama-kerjasama dengan universitas di luar negeri. Tentu konsep ini tidak sesederhana yang kita kira.
Jangan lupa bahwa internasionalitas dasarnya adalah mental manusianya yang harus siap dengan sebuah perubahan tanpa harus menghilangkan nilai-nilai luhur budaya lokal.
Menurut Wagner (2008) internasionalisasi memiliki tiga kerangka kerja yang dominan, yaitu: Global Competency, Academic Capitalism, dan Academic Colonialism. Indonesia dalam melakukan internasionalisasi bidang pendidikan mau merujuk kerangka kerja yang mana? Kalau merujuk Academic Capitalism dan Academic Colonialism, maka Indonesia hanya mengekor ilmu dan teori yang sudah dikembangkan oleh negara-negara barat. Buktinya saat ini Indonesia sedang gencar-gencarnya membuat sekolah internasional, baik di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional maupun Kementerian Agama.
Kemendiknas melaksanakan program berupa Sekolah berstandard Internasional (SBI) maupun Rintisan Sekolah Berstandard Internasional (RSBI), sedangkan Kementerian Agama membuat Madrasah berstandard Internasional (MBI) maupun Rintisan Madrasah Berstandard Internasional (RMBI). Fokus kementerian ini sama, tetapi cara penyiapannya berbeda.
Begitu juga dengan perguruan tinggi, saat ini perguruan tinggi yang berkualitas semakin menjadi incaran bagi para lulusan SMU.
Berkualitas dapat diterjemahkan menjadi unggul dalam sistem proses belajar mengajar, up to date dengan teknologi informasi, dan mampu menghasilkan lulusan yang handal.
Bagaimana bentuk konkret dari pengaruh globalisasi dan internasionalisasi di kehidupan perguruan tinggi di Indonesia.
Contoh nyata pengaruh globalisasi sudah dirasakan sejak satu dekade terakhir negara maju dapat dapat dengan bebas masuk dan mendirikan perguruan tinggi di Indonesia. Kurikulum dan proses belajar mengajar pun diadopsi dari negara asal tanpa harus mengikuti aturan dari Departemen Pendidikan Nasional begitu juga dengan dosen yang didatangkan dari luar.
Seiring dengan masuknya pengaruh globalisasi, banyak juga perguruan tinggi di Indonesia yang telah menerapkan strategi internasionalisasi untuk mempertahankan mutu dan tetap bertahan (exist) di masyarakat. PT kita belum mampu mempekerjakan dosen asing (Alwasilah, 2008:62).
Cara yang dapat dilakukan dapat berbentuk kegiatan pertukaran dosen dan mahasiswa, joint program studi dengan menawarkan kuliah di luar negeri untuk semester tertentu, program dual degree dan joint research untuk bidang tertentu dan sebagainya.
Internasionalisasi ini dilakukan sebagai antisipasi untuk dapat bertahan dengan perguruan tinggi asing yang masuk di Indonesia.
Jadi sebenarnya pengaruh dari globalisasi yang menyebabkan perguruan tinggi melakukan internasionalisasi karena jelas tidak mungkin negara berkembang (kalau tidak suka disebut miskin) seperti Indonesia dapat bersaing dengan negara maju baik dari segi modal, sumber daya manusia, dan teknologi. (*)
Tulisan ini telah dipublikasi di Sumut Pos, edisi 15 Desember 2010
0 komentar:
Posting Komentar