blog ini merupakan blog duta bahasa, berisi segala informasi mengenai pemilihan duta bahasa, berita-berita seputar para duta, kegiatan para duta dan pemikiran-pemikirannya.
 

28 Oktober 2011

(MEN-) CINTAI (-LAH) BAHASA INDONESIA

0 komentar

Titik nol kilometer Yogyakarta, atau yang acap disebut perempatan Kantor Pos, seringkali digunakan untuk demonstrasi, atau setidaknya berbagai macam ekspresi budaya. Setelah orde baru lengser, lokasi titik nol bukan lagi area terlarang untuk melakukan sejumlah aktivitas. Karena, pada rezim orde baru, lokasi ini ‘steril’ untuk kegiatan publik.

Jum’at pagi (28/10) lalu, titik nol kilometer, ada sejumlah perempuan cantik yang mengenakan t’shirt warna putih dan membawa spanduk yang dibentangkan. Spanduk itu bertuliskan, ‘Aku Mencintai Bahasa Indonesia’ atau ‘100 % Mencintai Bahasa Indonesia’. Rupanya, untuk meperingati hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2011, Balai Bahasa Yogyakarta melakukan kampanye ‘Gerakan Cinta Bahasa Indonesia’

Berbagai macam spanduk bertuliskan menyangkut bahasa Indonesia dibentangkan di titik nol kilometer. Spanduk warna putih misalnya bertuliskan ‘Kalau bukan dengan Bahasa Indonesia Dengan Apa lagi kita mempersaukan Bangsa?” . Kalimat-kalimat lain sejenis, seolah memberikan informasi kepada publik, bahwa bahasa Indonesia sedang ‘terancam’. Untuk di Yogya, pastilah bukan ‘terancam’ bahasa Jawa. Karena, ada banyak keluarga muda yang melakukan komunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Indonesia.

Atau, bahasa Indonesia sedang terancam terhadap bahasa asing? Mengingat di Yogya ada sejumlah kursus yang membuka kursus bahasa asing, tapi tak satupun lembaga kursus yang membuka kursus bahasa Indonesia. Padahal, seringkali kita menemukan penggunaan bahasa Indonesia yang tidak tepat, yang dalam ‘norma bahasa’ belum baik dan benar. Yang paling parah, menemukan penggunaan bahasa Indonesia dengan campuran dialeg lokal, atau kalau di Jakarta dikenal dengan istilah ‘lu’ atau ‘gue’. Misalnya, ‘emang lu sudah baca?’. Inilah potret bahasa Indonesia kita.

Para mahasiswa(i) dari beberapa Perguruan Tinggi, yang tentu saja dilibatkan oleh Balai Bahasa Yogya melakukan kampanye cinta terhadap bahasa Indonesia. Memang, kalau bukan kita sendiri siapa yang mencintai bahasa Indonesia. Padahal kita bisa tahu, ada orang asing, setidaknya seperti Ben Andreson, memiliki kemampuan bahasa Indonesia, yang barangkali lebih baik dari orang Indonesia sendiri.

Momentum peringatan Sumpah Pemuda dipakai untuk mengingatkan pada bangsa, bahwa Bahasa Indonesia telah mempersatukan bangsa. Kampanye mencitai Bahasa Indonesia, sekaligus memiliki arti cinta pada NKRI dan sekaligus pula memupuk rasa nasionalisme. Tanpa mencitai Bahasa Indonesia, artinya kita sudah mencoba mengingkari persatuan.

Titik nol kilometer, yang lokasinya berada di tengahl pusat kekuasaan tradisional dan modern. Simbol kekuasaan tradisional berupa kerajaan, dalam hal ini Kraton Yogyakarta. Simbol kekuasaan modern berupa Istana Negara ‘Gedung Agung’. Di lokasi ini kampanye cinta Bahasa Indonesia dilakukan.

Spanduk warna merah. Spanduk warna putih. Setidaknya sudah melambangkan nasionalisme. Karena kedua warna itu adalah warna bendera kebangsaan, yakni merah putih. Pilihan warna spanduk, kiranya dengan penuh sadar diambil, yakni spanduk merah dan putih. Warna untuk menulis kalimat di spanduk juga merah dan putih.

Rasanya, memang perlu selalu sering diingat-ingatkan akan pentingnya Bahasa Indonesia. Meski bukan berarti melarang untuk menguasai bahasa asing. Hanya saja, tidak perlu melupakan bahasa Indonesia hanya karena sudah menguasai bahasa asing.

Mari, bersama kita tumbuhkan cinta pada Bahasa Indonesia dan cinta pada negeri ini. (Ons Untoro)

Sumber: http://www.tembi.org/cover/2011-10/20111031-MENCINTAILAH_BAHASA_INDONESIA.htm

0 komentar: