blog ini merupakan blog duta bahasa, berisi segala informasi mengenai pemilihan duta bahasa, berita-berita seputar para duta, kegiatan para duta dan pemikiran-pemikirannya.
 

21 Agustus 2012

PUTRI ARIMBI, SANG PENULIS YANG MENJADI DUTA BAHASA

0 komentar

Oleh: Tim POTRET

Anda sebagai siswa atau mahasiswa? Bila ya, maka anda harus kreatif dan punya banyak prestasi donk. Hidup berprestasi adalah sebuah wujud anda sebagai orang yang kreatifdan innovative. Prestasi tentu saja tidak didapatkan secara instant, tetapi harus selalu ada upaya untuk menciptkan prestasi itu. Mungkin anda mengenal Putri Arimbi, mahasiswa Program Sarjana (S1) Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Sejak duduk dibangku SMA, Putri telah banyak meraih prestasi, hingga akhirnya ditahun 2011 Putri menjadi Duta Bahasa Provinsi Aceh.

Keikut sertaannya dalam kontes pemilihan Duta Bahasa yang diikuti oleh pemenang olimpiade Biologi Tingkat SMA/MA se-Kota Banda Aceh (2008) ini bermula dari saran teman-temannya yang menganggap dirinya mempunyai kapasitas untuk menjadi Duta Bahasa. Setelah mendaftarkan diri menjadi peserta, Putri bersaing dengan 32 peserta lainnya dan mengikuti tes Ujian Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI), sebuah test seperti Toefl namun dalam bentuk bahasa Indonesia. Hasil seleksi tersebut menyisakan 10 peseta cewek dan cowok, Putri termasuk salah satu di antara 10 peserta tersebut dan menduduki posisi ke-4. Selanjutnya Putri dipasangkan dengan M. Nasir, mahasiswa FKIP Fisika Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Mereka harus membuat makalah dan mempersentasikannya. Dari hasil tes makalah tersebut terpilih 5 pasang peserta. Alhamdulillah Putri masuk ke 5 besar cewek yang tepilih. Pada tahap ini Putri dipasangkan dengan M. Fadhil Ahyari.

Tak pernah terbayangkan sebelumnya, Putri terpilih menjadi pemenang pertama dan bersama M. Fadhil, Putri diberangkatkan ke Jakarta untuk mengikuti karantina dalam rangka pemilihan Duta Bahasa Nasional. Putri dan Fadhil tampil sebagai perwakilan Aceh. Dalam masa karantina selama 5 hari. Mereka benar-benar digembleng dengan beberapa kegiatan dan pemberian materi dari Saiful Fatan, Happy Salma, dan Putu Wijaya.

Selanjutnya mereka mengikuti tes UKBI, namun level soalnya jauh lebih sulit. Kemudian penilaian pada saat persentasi. Pada saat tes persentasi kami mengangkat tema tentang pembentukan forum bahasa di Provinsi Aceh. Kegiatan lain pada saat karantina, para duta bahasa (54 orang) ikut meramaikan peluncuran film dari Dinas Pendidikan. Filmnya tentang Gerakan Cinta Bahasa. Acara puncaknya itu berlokasi di Taman Mini dan kami menggunakan pakaian adat dari masing-masing daerah dan setiap peserta mendapatkan pertanyaan masing-masing. Banyak dari mereka yang sangat apresiasi terhadap Aceh. Pertanyaan yang sering dilontarkan kepada kami adalah tentang Syariat Islam di Aceh dan tsunami. Putri merasa tertantang untuk lebih menjual nama Aceh dalam aura yang positif, karena sebagian mereka yang sangat mengkritisi Syariat Islam di Aceh.

Persoalan bahasa memang merupakan persoalan individu, namun akan menjadi permasalahan sosial di saat berinteraksi dengan orang lain. Putri menyatakan bahwa sangat disayangkan disaat orang yang berpendidikan tidak bisa berbahasa dengan baik dan benar. Menurutnya hal ini sangat dipengaruhi oleh teknologi dan juga budaya disaat sudah banyak bahasa gaul dan alay yang terserap dalam percakapan anak-anak muda saat ini. Lebih memprihatinkan lagi, jika kondisi ini terus berlanjut. Karena dampaknya akan mereka rasakan pada saat kuliah, pada saat membuat karya ilmiah, atau skripsi dan pada saat kondisi dimana mereka dituntut formal.

Dalam mempromosikan berbahasa yang baik dan benar, “Putri menyarankan untuk semua warga Indonesia memulai dari diri sendiri terlebih dahulu, selanjutnya keluarga dan teman-teman dekat. Walaupun ada sebagian yang menganggap ini tidak penting”. Ungkap anak pasangan Syarif Siregar dan Khairani, S. Pd yang juga hobi menulis. Putri sering memenangkan perlombaan menulis seperti puisi, cerpen, dan artikel. Salah satu artikelnya pernah dimuat dalam buku antologi artikel “Santeut, Khotbah Jender Pelajar Aceh” penerbit Aneuk Mulieng Publishing (2007).

Dalam menkritisi tulisannya Putri mengunggkapkan bahwa dia sangat terbuka. “Karena jika ada yang mengkritik, tandanya tulisan kita dibaca. Menulis itu tidak harus selalu bagus, yang penting kita bisa mengeluarkan gagasan kita yang bisa dibaca orang. Lalu, orang bisa memberikan masukan. Bagi Putri, sangat mudah menjadi penulis. Tips jadi penulis itu juga sangat sederhana. Ya, apa yang ada dipikiran kita, kita tuliskan saja. Jangan pikirkan benar salahnya, karena menulis itu adalah mengeluarkan ide dan gagasan kita. Kita harus sering-sering sharing dengan penulis yang lain agar kita bisa tahu dimana kekurangan dari tulisan kita.

Yuk para pembaca majalah POTRET, jangan enggan untuk menulis. Banyak manfaat yang bisa kita dapatkan dengan menulis, misalnya kita dapat mempengaruhi orang lain, bisa berbagi cerita, berbagi ide, dan kita juga bisa mengajak orang lain berbuat lebih melalui tulisan.” Itulah kutipan pesan-pesan Putri untuk pembaca POTRET.

Sejalan dengan POTRET edisi 54 yang mengangkat tema eksploitasi seksual anak, Putri merasa sangat prihatin melihat fenomena dan realitas kehidupan seksual anak saat ini. Menurut Putri, “Ketika melihat posisi Aceh sebagai negeri Syariat Islam, adanya tindakan eksploitasi seksual anak yang diperdagangkan di negeri syariat ini menimbulkan tanda Tanya besar di benak kita. Mengapa itu terjadi di Aceh? Lebih lanjut, ujar Putri, seharusnya Aceh yang kita kenal sebagai daerah yang ketat dalam beragama, namun bias ada praktek ESA. Betapa hati kita terenyuh dan teriris, ketika membaca berita di surat kabar daerah ini, ada dua gadis Aceh yang masih di bawah umur yang dijual ke Singapura. Sangat tragis bukan? Seharusnya, ini tidak terjadi di Aceh. Kita harus menghentikan aksi ini.

Ketika ditanya, mengapa kasus-kasus eksploitasi seksual anak, seperti pelacuran anak, penjualan anak untuk seksual, pernikahan dini, pornografi anak dan wisata seksual terjadi, Putri memaparkan bahwa karena banyak faktor. Misalnya, karena pemahaman masyarakat kita yang mengamini pernikahan dini sebagai sebuah solusi bagi kaum perempuan dan juga remaja agar tidak terlanjur dalam seks bebas. Ada juga karena rendahnya pemahaman kita terhadap bahaya eksploitasi seksual anak dan hak anak. Hal yang lebih parah lagi adalah karena adanya oknum trafficker yang memanfaatkan keadaan. Mereka memanfaatkan kebodohan dan kemiskinan untuk memperdaya anak-anak dengan berbagai iming-iming seperti mendapatkan pekerjaan, lalu dibawa ke kota dan kemudian dijual untuk dijadikan sebagai Pekerja Seks Komersil (PSK).

Jadi, ketika banyak masyarakat yang masih berada di bawah kesejahteraan yang pendidikannya rendah yang menginginkan ekonomi yang lebih, maka ini dijadikan peluang bisnis oleh mereka yang tidak berperikemanusiaan itu. Kita sering mengatakan keadaan ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

Lalu apa yang harus kita lakukan untuk mengantisipasi berlanjutnya praktek eksploitasi seksual anak ini, lanjut Putri. Ya, solusinya kita harus peduli dan kritis melihat kondisi disekitar kita. Kita harus mampu membaca fenomena dari para pelaku trafficking itu agar kita dan anak-anak perempuan yang kini terkontaminasi oleh budaya konsumtif, tidak dijakan korban lagi. Selain itu,agar kita terbentengi dari hal-hal yang bisa menjerumuskan kita ke hal-hal yang buruk”, masyarakat, media dan pemerintah harus saling bahu membahu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat untuk menghadapi berbagai kemungkinan buruk yang menghadang. Selayaknya kita mengajak masyarakat kita peduli mengatasi masalah ESA di tempat masing-masing.

0 komentar: